Mengenal Lebih Dekat KUA KECAMATAN KARAWANG TIMUR
1. Visi dan Misi
       
          Sebagai pedoman umum jangka panjang, KUA Kecamatan Karawang Timur telah menyusun  visi              dan misi lembaga yang telah dituangkan Rencana Strategik  (Renstra)              Tahun 2008 – 2012. Pedoman tersebut adalah:
| DATA PROFIL KUA KECAMATAN KARAWANG TIMUR | |||||||||||||||||||
| I. VISI : | |||||||||||||||||||
| TERDEPAN, UNGGUL DAN PRIMA MENUJU KUA PARIPURNA TAHUN 2012 | |||||||||||||||||||
| II. MISI : | |||||||||||||||||||
| 1. MENJADIKAN KUA SEBAGAI PUSAT INFORMASI DAN KEGIATAN MASYARAKAT DALAM BIDANG KE AGAMAAN | |||||||||||||||||||
| 2. MEMBANGUN KERJASAMA YANG HARMONIS DENGAN BERBAGAI ELEMEN MASYARAKAT BAIK PEMERINTAH MAUPUN SOSIAL KEAGAMAAN | |||||||||||||||||||
| 3. MEMBERIKAN PELAYANAN YANG MAKSIMAL DALAM BIDANG PENCATATAN NIKAH RUJUK | |||||||||||||||||||
| III. RENCANA STRATEGIS : | |||||||||||||||||||
| 1. MEMILIKI BANGUNAN KANTOR KUA SENDIRI YANG REPRESENTATIF | |||||||||||||||||||
| 2. MENCEGAH PERNIKAHAN DIBAWAH TANGAN | |||||||||||||||||||
| 3. MEMPERTEGAS P5 ( PENDAFTARAN, PEMERIKSAAN, PENATARAN, PELAKSANAAN, PENYERAHAN ) | |||||||||||||||||||
| a. Tahun berdiri: | Februari 2008 | 
| b. Luas Lahan: | 300 M2 | 
| c. Status Lahan: | HGB dengan Sertifikat Nomor ...... Tanggal .... Agustus 2004 (Pinjaman dari PEMDA Kabupaten Karawang) | 
| d. Letak astronomis: | 8ْ 44’ 34.8” LS dan 115ْ 10’ 4.33” BT | 
| e. Letak geografis: | Jalan Raya Syeqh Quro, Lamaran Kecamatan Karawang Timur Kabupaten Karawang Provinsi Jawa-Barat. Telp. 0361-755997, Kode Pos 80361 | 
| f. Batas Letak: | Sebelah Utara : Jl. Nusantara, Hotel Transito | 
| Sebelah Selatan: Perumahan | |
| Sebelah Barat: Perumahan | |
| Sebelah Timur: Jalan Raya Tuban | |
| g. Wilayah kerja: | 3 Kecamatan (17 Desa/Kelurahan) dengan luas wilayah mencapai 152,51 km2: | 
| Kecamatan Kuta: 17,52 km2 | |
| Kecamatan Kuta Utara: 33,86 km2 | |
| Kecamatan Kuta Selatan: 101,13 km2 | |
| h. Luas Bangunan: | 116 M2 dengan perincian 100 M2 bangunan kantor, 16 M2 bangunan mushalla | 
| i. Ruangan: | 7 ruangan yaitu: Ruang Pimpinan, Ruang Administrasi NR, Ruang Administrasi Maszawaibsos, Ruang Tamu, Ruang/Balai Pernikahan, Ruang Ibadah dan Ruang Toilet | 
3. Pola Organisasi KUA
       
          Bila mengacu Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 Tahun  2001,              maka jumlah personil KUA Kuta masih jauh dari jumlah ideal.  Walau              dengan keterbatasan sumber daya yang ada, KUA Kuta tetap  mencoba              memberikan pelayanan seoptimal mungkin dalam administrasi              nikah-rujuk (NR), ketatausahaan (TU), kemasjidan zakat wakaf  ibadah              sosial (Maszawaibsos), pelayanan hisab rukyat (HR),  bimbingan dan              pelayanan haji serta pelayanan kerukunan umat beragama.  Struktur              kepegawaian di KUA Kuta adalah sebagai berikut:
4. Nahkoda Dibalik Organisasi
       
          Sejak berdirinya KUA Kuta, tercatat telah terjadi delapan  kali              pergantian tampuk pimpinan dengan jangka waktu kepemimpinan  yang              berbeda-beda. Para nahkoda tersebut adalah:
- H. Djazuli (1979-1984)
- Drs. H. Sopari Abdul Gani, MA (1984-1986)
- Drs. H. Hasjim Asjari (1986-1990)
- H. Muharror Hamzah, SH (1990-1995)
- H. Khairuddin, S.Pd.I (April 1995-Januari 2001)
- Drs. H. Syamsul Bahri, M.Pd.I (Januari 2001-Januari 2003)
- Drs. H. Salim Syamlan, M.Pd.I (Januari 2003-Juli 2004)
- H. Nadlah, S.Ag, M.Pd.I (Juli 2004-Pebruari 2008)
- H. Masruhan, S.Ag, M.Si (Maret 2008-sekarang)
Sedang prestasi yang berhasil diraih selama masa tersebut antara lain:
- Juara III KUA Teladan Provinsi Bali Tahun 1995
- Juara III KUA Teladan Provinsi Bali Tahun 1996
- Juara III KUA Teladan Provinsi Bali Tahun 1997
- KUA Percontohan Tingkat Provinsi Bali Tahun 1999
- Juara III KUA Percontohan Provinsi Bali Tahun 2007
- Juara Umum STQ Kabupaten Badung Tahun 2007
- Juara Umum MTQ XXII Kabupaten Badung Tahun 2008
Kondisi Obyektif Wilayah Kerja
       
          Hampir seluruh masyarakat dunia mengenal nama besar Kuta  sebagai the              main decission pariwisata dunia. Konsekuensi logis dari  stereotype              tersebut maka masyarakat-pun cukup banyak bergerak dan  berprofesi              dalam bidang pariwisata (29,3 persen) dengan mobilitas yang  cukup              tinggi bak masyarakat metropolis, kehidupan (baca:watak)  yang cukup              ‘keras’ lengkap dengan pelbagai kepentingan dan tingkat  sensitivitas              yang tinggi.
Interaksi sosial yang cukup komplekspun tak bisa  dihindari              dialami masyarakat yang cenderung heterogen, baik antara  warga              negara asing (WNA) dengan warga negara Indonesia (WNI)  maupun antar              sesama warga pribumi, khususnya masyarakat Islam dengan  non-muslim.              Hal itu dapat dilihat pada banyaknya peristiwa perkawinan  antara WNI              dengan WNA (campuran) dan perkawinan antara orang Islam  dengan              muallaf (asalnya beragama non Islam).
          Sebagai gambaran, berikut disajikan data perbandingan  masyarakat              berdasarkan agama di wilayah kerja KUA Kuta pada akhir tahun  2007 (khusus              Islam berdasarkan data perolehan zakat fitrah tahun 1428  H/2007 M):
             
Dari data tersebut, prosentase umat Islam di Kuta hanya 15,38 persen dan prosentase terbanyak pada umat Hindu sebesar 77,96 persen rata-rata kepadatan penduduk mencapai 1.075 jiwa per km2 dan laju pertambahan penduduk mencapai 2,65 persen per tahun. Walau minoritas, keberadaan umat Islam tetap diperhitungkan dalam masyarakat khususnya bidang pemerintahan, seperti menduduki posisi kepala lingkungan di beberapa daerah.
Bukan hanya dalam hal perkawinan saja dampak interaksi umat Islam dengan non muslim dan warga negara asing dirasakan. Interaksi dengan non-muslim, khususnya Hindu dan adat setempat berdampak pada masalah administrasi kependudukan yang mau tidak mau harus mengikuti sistem lokal Bali. Gesekan keyakinan dan budaya pun sering tak bisa dielakkan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam yang membuat KUA harus bekerja ekstra dalam memberikan perhatian dan pelayanan di bidang toleransi umat beragama, misalkan pengefektifan Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB).
Sedang interaksi dengan warga negara asing terlihat pada trade mark globalisme, baik dari mode (fation), makanan (food) sampai prilaku masyarakat yang cenderung berdampak negatif seperti pergaulan bebas dan penyalahgunaan obat-obat terlarang. Hal itu tidak lain sebagai konsekuensi posisi Kuta yang menjadi central perdagangan dunia untuk wilayah Bali. Kondisi makin sulit terpantau dengan tingginya tingkat urbanisasi di Kuta sehingga mau tidak mau akulturasi budaya harus dilakoni masyarakat.
| 
 | 
